Psikologi berasal dari bahsa Yunani
kuno yaitu dari kata “psyche” yang berarti jiwa, roh atau nafas hidup dan
“logos” yang berarti ilmu atau studi. Jadi secara harfiah atau etimologi psikologi
berarti ilmu/studi tentang jiwa, roh, atma atau tentang nafas hidup. Dewasa
ini, psikologi tidak lagi diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau
roh, karena jiwa adalah sangat abstrak, tidak dapat dilihat dengan panca indra,
sehingga tidak ada seorangpun yang tahu tentang jiwa.
Mussen dan Rosenzwieg (1975) dalam
E. Usman Efendi dan Juhaya, S. Praja (1985) “the study of mind” atau ilmu yang
mempelajari tentang pikiran. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kata
mind berubah menjadi tingkah laku. Sehingga psikologi didefinisikan sebagai
“Ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia”.
L.Crow, A.Crow (terjemahan Abd.
Abror, 1989) mendefinisikan psikologi sebagai berikut : “psychology is
the study of human behaviour and human relationship”. Dari definisi tersebut,
yang dipelajari psikologi adalah tingkah laku manusia yaitu interaksi manusia
dengan dunia sekitarnya, baik yang berupa manusia lain (human relationship)
maupun yang bukan manusia; hewan, iklim, kebudayaan dan sebagainya.
Sertain (dalam M.Ngalim Purwanto,
1984) Psychology is the scientific study of behavior of living organism, with
special attention given to human behavior. (secara bebas diterjemahkan,
psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku organisme yang hidup,
terutama tingkah laku manusia). Berdasarkan definisi psikologi tersebut, maka
psikologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari dan
mengkaji tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan.
Dalam pengertian tersebut diatas, terdapat
beberapa unsur yaitu :
1. Ilmu pengetahuan; yaitu suatu
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan mempunyai metode
tertentu yang bersifat ilmiah.
2. Tingkah laku; yaitu segala
manifestasi hayati yang meliputi tingkah laku kognitif, afektif, konatif dan
motorik.
3.
Lingkungan;
yaitu tempat dimana manusia hidup, berinteraksi, menyesuaikan dirinya dan
mengembangkan dirinya. Secara garis besar lingkungan dibedakan atas lingkungan
dalam (internal environment) dan lingkungan luar (external environment).
B. Bidang / cabang kajian psikologi
1. Psikologi teoritis; yaitu psikologi
yang bertujuan untuk mengembangkan psikologi secara teori. Artinya untuk
menemukan dan mengembangkan teori-teori tentang tingkah laku individu:
a.
Psikologi umum : yaitu suatu
cabang psikologi yang mempelajari tingkah laku individu secara umum yang
meliputi semua usia jenis kelamin dan kelompok.
b.
Psikologi khusus :
1) Psikologi perkembangan.
2) Psikologi sosial
3) Psikologi Abnormal
4) Psikologi Eksperimen
5) Psikologi Differensial
6) Psikologi Kepribadian
2. Psikologi praktis : yaitu psikologi
yang mempelajari tingkah laku individu dalam bidang tertentu dan bertujuan
menemukan prinsip-prinsip psikologi untuk keperluan pemecahan masalah-masalah
praktis dalam kehidupan. Termasuk ke dalam psikologi praktis antara lain :
1) Psikologi Pendidikan
2) Psikologi Klinis
3) Psikologi Kriminal
4) Psikologi Industri
C. Pengertian Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan mempelajari
dan mengkaji perubahan-perubahan intra individual dan perubahan-perubahan inter
individual. Para ahli psikologi perkembangan mempelajari perubahan yang
mencakup seluruh rentang kehidupan mulai dari pembuahan sampai akhir hayat.
Psikologi perkembangan diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku individu dalam proses
perkembangannya, yang dipelajari adalah proses perkembangan sebagai salah satu
factor yang mempengaruhi tingkah laku individu. Sesuai dengan fase-fase dalam
perkembangan individu, maka terdapat pengkhususan pengkajian dalam psikologi
perkembangan yaitu psikologi perkembangan anak, psikologi perkembangan remaja,
psikologi perkembangan orang dewasa dan psikologi perkembangan usia lanjut.
D. Metode-metode dalam Psikologi
Perkembangan
Psikologi sebagai ilmu pengetahuan
yang berdiri sendiri dalam mengumpulkan data dan informasinya telah
menggunakan metode-metode ilmiah.
Adapun metode-metode yang digunakan
dalam psikologi perkembangan antara lain adalah :
1) Metode eksperimen (experimen
method); metode ini merupakan metode yang paling teliti dalam mengumpulkan
data/informasi, karena eksperimen merupakan pengamatan yang terkontrol dan
biasanya dilaksanakan dalam labolatorium.
2) Metode perkembangan (developmental
or genetic method); yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang dilakukan
secara terus menerus sepanjang pertumbuhan dan perkembangan yang terbagi :
a. The longitudinal approach
b. The cross-sectional approach
3) Metode Observasi ;
a. Observasi sekilas (incidental
observation) disebut juga introspeksi pengamatan diri atau pengamatan subjektif
(instropection or self observation or subjective observation) yaitu pengamatan
yang dilakukan seorang individu terhadap tingkah lakunya sendiri.
b.
Observasi yang
dilakukan dengan sengaja dan sistematis.
4) Metode riwayat
hidup atau klinis (the case history or clinical); yaitu suatu studi melalui
riwayat hidup yang penerapannya terbatas untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi individu. Tujuan
metode ini adalah diagnosis dan treatment.
5) Metode tes (test method); merupakan
instrumen penelitian yan gpenting dlaamsikologi, tes digunakan untuk mengukur
semua jenis kemampuan seperti minat, bakat, prestasi sikap dan ciri
kepribadian.
E. Pentingnya Psikologi Perkembangan
dalam Pendidikan
Pentingnya
psikologi perkembangan dalam pendidikan antara lain :
1)
Sebagai
pendidik, guru perlu mengetahui perubahan-perubahan fisik, mental dan sosio
emosional peserta didik.
2)
Pengetahuan
psikologi perkembangan berguna bagi pendidik, guru untuk memperbaiki pribadi
sendiri, yang harus menjadi teladan bagi para peserta didiknya.
3)
Dengan memahami
psikologi perkembanganj, dapat memudahkan pendidik guru dalam memodifikasi
perangsang-perangsang pendidikan dan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik.
Kumpulan fakta yang diikat oleh suatu hokum tertentu akan
menjadi pendangan yang berlaku umum kemudian disebut sebagai teori. Suatu teori
harus memenuhi syarat-syarat formal (Miller,1989) yaitu:
1. Teori harus masuk akal (logis);didalamnya
konsisten artinya tidak ada pernyataan- pernyataan yang
saling bertentangan.
2. Teori secara empiris harus masuk akal;
artinya tidak ada pengamatan ilmiah yang saling berlawanan.
3. Teori harus dapat diuji dan bersifat
hemat; artinya sedapat mungkin terdiri dari beberapa konstruk, proposisi.
4. Teori harus mempunyai cakupan ilmu yang
cukup luas dan mampu mengintregasikan peneliti terdahulu.
Sebagai salah
satu bidang dari psikologi dan sebagai ilmu psikologi perkembangan memiliki
teiori-teori yang ada sampai sekarang dan dapat digunakan sebagai
kerangka acuan untuk memahami perubahan tingkah laku manusia sesuai dengan
perubahan waktu/zaman. Teori-teori
psikologiperkembangan yang dapat membantu memahami perkembangan manusia,
khususnya tingkah laku manusia yaitu:
Adalah suatu pandangan tentang
kemanusiaan yang mengutamakan kekuatan ketidak sadaran yang dapat mendorong
tingkah laku manusia.Psikoanalisis adalah metode penyembuhan yang diperkenalkan
Sigmund Freud supaya pasien mempunyai pengertian yang mendalam mengenai
konflik-konflik yang tidak disadari yang bersumber dari masa kecil yang
mempengaruhi tingkah laku dan emosi saat ini.
Sigmund Freud
bersama dengan Josefh Breuer melakukan praktik mengobati penderita histeria.
Dari praktik tersebut ia menemukan metode pengobatan yang disebut
psikoanalisis. Dalam mengkaji tingklah laku manusia pendakatan-pendekatan yang
digunakan adalah :
a)
Pendekatan Dinamik
Dalam teorinya
Sigmund Freud menggunakan hokum/prinsip alam diantaranya yaitu :
1)
Hukum konservasi energi
2)
Prinsip kesenangan
3)
Prinsip realitas
b)
Pendekatan Struktural
Pendekatan ini digunakan untuk
mengkaji tentang struktur psikologi yang mengalirkan dorongan-dorongan
psikis yang ada (struktur berfungsi sebagai mediator) antara dorongan dan
tingkah laku. Menurut Sigmund
Freud ada tiga struktur utama yaitu: Id, Ego,dan Superego
1) Id,
Merupakan dorongandan motif yang tidak disadari (telah ada sejak lahir)dan
bertindak atas dasar prinsip kesenangan, berusaha untuk dipuaskan secara
langsung dan sesegera mungkin.
2)
Ego, Merupakan
mekanisme untuk beradaptasi terhadap realitas. Ergo biasanya menunda dorongan
psikis yang berasal dari Id sampai ada jalan yang dapat diterima oleh realitas.
Ego juga bertindak sebagai mediator
antara Id dan Super Ego.
3)
Super Ego dapat dianalogikan dengan hati nurani, disamping itu Super Ego
mempunyai nilai-nilai yang disampaikan orang tua maupun masyarakat lainnya.
c)
Mekanisme Pertahanan Diri
Bahaya yang dating dari Id dan
lingklungan dapat menimbulkan kecemasan, oleh karena itu sedapat mungkin ego
dapat mengatasi secara realistis dengan menggunakan kemampuan dan keteramp[ilan
pemecahan masalah yang dimiliki. Apabila bahaya itu berlebihan dan mengancam
ego, maka dipergunakan mekanisme pertahanan diri.
Mekanisme
pertahanan diri yang lazim digunakan adalah:
1)
Regresi
2)
Proyeksi
3)
Reaksi formasi
4)
Represi
5)
Sublimasi
6)
Fiksasi
d)
Pendekatan Topografi
Menurut Sigmund Freud dalam fikiran
manusia terdapat tiga kawasan yaitu; kawasan ketidak sadaran, kawasan pra
kesadaran, kawasan kesadaran.
Ketidaksadaran adalah suatu kawasan
yang luas tetapi tidak diketahui, sedangkan pra kesadaran adalah kawasan yang
dikenal.
e)
Pendekatan Bertahap
Freud berpendapat bahwa dalam
perkembangan manusia terdapat dua hal pokok yaitu:
1)
Bahwa tahun-tahun awal kehidupan memegang peranan penting bagi pembentukan
kepribadian.
2) Bahwa perkembangan manusia meliputi tahap-tahap
psikoseksual:
- Tahap
oral ( sejak lahir hingga 1tahun )
-
Tahap anal ( usia 1-3 tahun )
-
Tahap phalik ( usia 3-5 tahun)
-
Tahap laten ( usia 5 – awal pubertas)
-
Tahap genital ( masa remaja)
a.
Perkembangan Psikososial
Seperti halnya
Freud, E. Erikson mengatakan bahwa perkembangan manusia terdiri dari beberapa
tahap. Setiap anak harus mampu mengatasi krisis atau konflik yang terjadi pada
setioap tahap agar siap menghadapi berbagai krisis yang akan dijumpai dalam
kehidupan mendatang. Dalam
pandangannya Erikson mengemukakan bahwa :
1)
Anak adalah makhluk yang aktif dan penjelajah yang adaptif, yang selalu
berupaya untuk mengontrol lingkungannya, dan anak bukanlah makhluk yang pasuf
yang mau begitu saja dibentuk oleh kedua orang tuanya.
2)
Ego berfungsi utuk memahamki realitas dunia sosial agar indivbidu yang
bersangkutan mampu menyesuaikan diri dan dapat menampilkan suatu pola
perkembangan pribadi yang normal.
3)
Secara mendasar manusia adalah mskhluk yang nrasional, pikiran, perasaan dan
tindakannya sebagian besar dikomtrol oleh ego.
Ketiga
pandangan tadi yang membedakannya dengan Freud tantang manusia. Selanjutnya
Erikson mengatakan lebih baik memperhatiokan perkembangan psikososial sepanjang
rentang kehidupan dari pada perkembangan psikoseksual yang dasarnya biologis
dan hanya sampai masa remaja. Disamping itu juga Erikson menyatakan bahwa
perkembangan emosi jauh lebih penting bagi kehidupan seseorang dari pada
perkembangan seksual.
Seluruh rentang kehiduapn manusia
terdiri atas dleapan tahap, dan selam hidupnya manusia akan menghadapi delapan
macam krisis/konflik. Pada umumnya setiap krisis lebih bersifat ‘sosial’ dan
mem punyai imlikasi yang sangat nyata terhadap masa depan individu yang
bersangkutan. Kedelapan tahap tersebut sebagai berikut :
1). Tahap
1 : Basic Trust Versus Mistrust ( + sejak
lahir sampai 1
tahun)
2). Tahap
2 : Autonomy Versus Shame doubt ( + pada
usia 2 tahun
sampai
3 tahun).
3). Tahap
3 : Initiative Versus Guilt ( + pada usia
4 tahun sampai 5
tahun)
4). Tahap
4 : Industry Versus Inferiority ( + pada
usia 6 tahun sampai
pubertas)
5). Tahap
5 : Identity and Repudiation Versus Identity
Diffusion (masa
remaja)
6). Tahap 6
: Intimacy and Solidarity Versus Isolation (masa muda)
7). Tahap
7 : Generativity Versus Stagnation and Self
Absorption
(masa
dewasa)
8).
Tahap 8 : Integrity Versus Despair (masa tua)
c.
Prinsip Epigenetik
Yaitu suatu prinsip yang didasarkan
pada pandangan bahwa sesuatu yang tumbuh itu mempunyai rancangan dasar, dan
dari rancangan dasar itulah bagian-bagiannya akan bermunculan, di mana setiap
bagian mempunyai pengaruh tersendiri, jika seluruh bagian itu telah dimunculkan
maka akan terbentuklah suatu kesatuan yang berfungsi.
Sebagai manusia anak tidak
dikendalikan insting maupun di “cetak” oleh pengaruh lingkungan. Tetapi anak
adalah seorang pengkonstruk (contructivist). Yaitu seorang penjelajah yang
aktif, selalu ingin tahu, selalu menjawab tantangan lingkungan sesuai
intepretasi (penafsirannya) tentang cirri-ciri esensi yang ditampilkan
lingkungan.
Konstruksi anak
tentang realitas (intepretasinya tentang lingkungan) tergantung pada tingkat
perkembangan kognitifnya. Dengan
demikian perkembangan kognitif anak ditentukan oleh:
a.
Bagaimana anak menanggapi kejadian-kejadian yang ada dalam lingkungannya dan
b.
Apa efek dari kejadian-kejadian tersebut terhadap perkembangan anak tersebut.
Anak
yang usianya berbeda akan membuat kesalahan berbeda pula dalam menjawab tes
intelegensi, selanjutnya Piaget menyimpulkan bahwa intelegensi itu suatu
atribut yang multidimensional.
a.
Intelegensi menurut pandangan Piaget
1).
Intelegensi adalah suatu fungsi kehidupan yang mendasar yang membantu
organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2).
Satu-satunya tujuan aktivitas intelektual adalah untuk mencapai keseimbangan
3).
Lingkungan itu adalah suatu tempat yang menarik dan penuh dengan pelbagai
rangsangan baru yang tidak segera dapat dipahami anak yang aktif dan penuh rasa
ingin tahu.
4).
Intelegensi adalah suatu atribut yang sangat majemuk, yang terdiri dari tiga
komponen yang saling berhubungan yaitu isi intelegensi, struktru kognitif, dan
fungsi intelektual.
b.
Tingkat perkembangan kognitif
Tingkat
perkembangan kognitif manusia terdiri dari empat metode, yaitu :
1).
Periode sensori motor ( + sejak lahir hingga usia 2 tahun )
2).
Periode praoperasional ( + usia 2 tahun hingga 7 tahun )
3).
Periode operasional konkret ( + usia 7 tahun hingga 11 tahun )
4).
Periode operasional formal ( + usia 11 tahun hingga 15 tahun )
Menurut Bandura, dalam situasi
sosial individu bisa belajar lebih cepat hanya dengan mengamati atau melihat
perilaku orang lain. Dalam melakukan pengamtan terkait juga unsure kognitifnya,
yakni adanya proses di dalam diri yang mewakili obyek-obyek yang nyata di luar
apa yang diamati melalui alat inderanya. Proses tersebut kemudian menjadi dasar
bagi munculnya tingkah laku yang sesuai dengan apa yang telah diamati
(Gunarsa, 1981). Individu mengamati perilaku tertentu melalui empat fase
seperti yang dikemukakan oleh Bandura (1973), Gunarsa (1981), dan Gage dan
Berliner (1984) sebagai berikut :
a.
Fase memperhatikan (attention)
Fase ini merupakan dasar dari suatu
proses pengamatan. Tidak adanya perhatian yang terpusat, sulit bagi individu
untuk melakukan pengamatan dan pembelajaran secara intensif. Berkembangnya
perhatian individu terhadap suatu obyek dalam hal ini perilaku dari modal
tertentu berkaitan erat dengan adanya ingatnya. Dalam hal ini seberapa jauh
kapasitas individu untuk mengingat berbagai stimulus yang diterimanya. Pada
anak berusia sekolah perhatian lebih bersifat “sustained attention”, sementara
“selective attention” adalah kemampuan untuk memilih salah satu dari sekian
banyak stimulus yang datang padanya. Remaja tertarik dan menaruh perhatian
terhadap perilaku model tertentu, karena model tersebut dipandangnya sebagai
yang hebat, unggu,heroik, berkuasa atau anggun berwibawa. Di satu pihak berkembangnya perhatian
pula oleh adanya kebutuhan dan minat pribadi. Semakin erat hubungannnya antara
kebutuhan dan minat dengan perhatian, semakin kuat daya tariknya terhadap
perhatian tersebut, dan demikian pula sebaliknya.
b.
Fase menyimpang (retention)
Fase ini
merupakan kelanjutan dari fase perhatian. Setelah memperhatikan dengan seksama,
dan mengamati perilaku dari model tertentu maka pada saat lain individu
akan memperhatikan tingkah laku yang sama dengan model tersebut, Ini berarti
individu memperhatikan, mengingat dan menyimpan stimulus yang diterimanya dalam
“long term memory” dalam bentuk symbol-simbol. Menurut Bandura,
bentuk-bentuk symbol tersebut tidak hanya diperoleh melalui pengamatan visual,
tetapi juga melalui verbalisasi. Ada symbol-simbol verbal yang nantinya bisa
ditampilkan dalam perilaku yang tampak. Pada anak-anak yang kekayaan verbalnya
masih terbatas, maka kemampuan menirunya hanya terbatas pada kemampuan untuk
melakukan simbolisasi melalui pengamatan visual.
c.
Fase mereproduksi (reproduction)
Fase ini berkaitan dengan kemampuan
motorik individu dalam mereproduksi perilakunya secara tepat. Misalnya, seorang
remaja mengamati dengan penuh perhatian bagaimana ayahnya mengendarai mobil.
Semua hasil pengamatan tersebut dicamkannya dalam “long term memory” untuk
sewaktu-waktu direproduksi ulang. Dalam hal ini dituntut keterampilan motorik
tertentu dari diri remaja untuk mempraktekkan apa yang sudah dilihat dari
ayahnya.
d.
Fase motivasi (motivation)
Apakah hasil pengamatannya terhadap
perilaku modal tertentu akan diwujudkan dalam perilaku nyata ? Hal ini
tergantung pada ada atau tidaknya motivasi dalam diri individu. Apabila
motivasinya kuat untuk mewujudkan perilaku tersebut dalam bentuk nyata, maka ia
akan melakukannya. Sering kali motivasi berhubungan pula dengan ada tidaknya
factor penguat terhadap perilaku tersebut, baik penguat dalam bentuk pemberian
pujian ataupun hadiah. Selain motivasi perlu pula adanya pengulangan terhadap
perbuatan tersebut,hal ini berguna untuk memperkuat ingatannya. Mengulang suatu
perbuatan untuk memperkuat perbuatan tertentu, disebut sebagai ulangan
penguatan.
Penganut teori ini pada dasarnya
berpandangan bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai dorongan yang sangat
kuat untuk merealisasikan seluruh potensi yang dimilikinya, mencapai
aktualisasi diri (self actualization). Mereka juga berpandangan holistik
terhadap perkembangan manusia, yaitu manusia itu harus dilihat sebagai lebih
dari sekadar sekumpulan dorongan-dorongan, instink-instink, atau pengalaman
masa lalu. Bagi mereka setiap orang adalah manusia seutuhnya, unik dan patut
dihargai. Pandangan ini dikenal pula sebagai eksistensialisme dan psikologi
fenomenologi yaitu pandangan yang mencoba untuk memahami perilaku dari sudut
pandang perilaku itu sendiri dan bukan dari sudut pengamat.
Dalam teori ini dikemukakan tentang
hubungan antara konsep diri dengan perilaku seseorang selalu sejalan dengan
konsep dirinya.
Dua pakar dalam pendekatan ini
adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers.
a.
Abraham Maslow
Berbeda dengan psikolog yang
biasanya berkutat dengan masalah-masalah psikologis yang diderita oleh para
klien, perhatian Maslow malah lebih ditujukan kepada orang-orang yang sehat
secara mental. Maslow (1968, dalam Berger 1983 : 42) menyatakan bahwa
“sifat manusia tidaklah seburuk seperti apa yang dipikirkan selama ini, dan
sebaiknya kita bertolak dari sudut pandangan bahwa sebagian besar manusia
adalah sehat”.
Maslow beranggapan bahwa manusia
bukanlah hanya sekedar salah satu jenis binatang, melainkan adalah makhluk yang
lebih tinggi derajatnya.
Manusia dapat menerima dirinya
seperti apa adanya dan menikmati hidup, termasuk pada waktu mengalami saat-saat
yang membahagiakan yang disebut Maslow sebagai pengalaman puncak yaitu apabila
seseorang merasa hidup dalam harmoni dengan Tuhan, alam, dan atau manusia
lainnya.
Menurut Maslow, setiap orang dalam
dirinya mempunyai sifat dasar sendiri dan memiliki motivasi yang sangat kuat
untuk mengekspresikan sifat tersebut. Akan tetapi setiap orang pada mulanya
harus dapat meyakinkan dirinya bahwa ia mampu memenuhi tuntutan pokok
kelangsungan hidupnya, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar yang dituntut oleh semua
makhluk hidup yang dimulai dari kebutuhan dasar yang umum sifatnya seperti
makanan dan air, lalu terus meningkat sampai dengan kebutuhan yang khas
manusiawi. Walaupun Maslow tidak mengatakan bahwa hirarkinya itu satu
perkembangan, namun urutan susunannya tampak sebagai suatu perkembangan.
b.
Carl Rogers
Rogers setuju dengan Maslow yang
menyatakan bahwa semua orang, bahkan juga kanak-kanak, selalu berusaha untuk
mengaktualisasikan potensi mereka atau dengan perkataan Rogers mencoba menjadi
manusia yang berfungsi penuh ( a fully functioning human being) (Rogers, 1981
dalam Berger 1983 ; 44). Rogers percaya bahwa setiap manusia mempunyai suatu
ideal self atau jati diri yang ideal, yaitu keinginan diri untuk menjadi
seseorang yang sesuai dengan harapan idealnya sendiri. Orang yang sehat selalu
berusaha sekuat tenaga untuk menjadi sedekat mungkin dengan jati diri yang
ideal tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan dua cara. Pertama, dengan cara
meningkatkan mutu jati diri yang nyata ada (real self) dan kedua, dengan cara
memodifikasi jati diri yang ideal itu agar dapat mencakup berbagai variasi
emosi dan perilaku sehingga dapat menjadi seseorang yang lebih jujur dan
realistic.
Rogers juga percaya bahwa dalam
proses menjadi seseorang yang berfungsi penuh, diperlukan panduan dari dan oleh
orang-orang yang penting dalam hidup kita, yaitu orang-orang yang dapat
digolongkan sebagai “significant others” (orang-orang yang berarti) seperti
orang tua atau teman-teman karib kita yaitu orang-orang yang merawat kita dan
mencintai, menerima dan menghargai kita apapun yang kita perbuat (orang-orang
yang bersikap positif tanpa syarat).
Teori humanistic yang penuh dengan segala kemungkinan ini,
juga menarik bagi para ahli psikologi perkembangan karena mereka berpandangan
bahwa perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial dapat terjadi dalam setiap
tahap dari kehidupan, mulai dari kelahiran sampai akhir kehidupan. Segi lain
yang menarik, dari teori humanistic adalah sudut pandangnya yang luas, yang
memungkinkan para peneliti untuk memandang perkembangan sebagai suatu
keseluruhan, suatu perbaikan terhadap pandangan para penganut teori perilaku
(behaviorist) yang agak sempit itu. Hal lain yang menarik dari teori humanistic
ini adalah tekanannya pada potensi manusia sebagai dasar dari perkembangan
manusia, dan hasil ilmiahnya dapat diterjemahkan ke dalam program-program
praktis untuk merangsang dan meningkatkan perkembangan secara optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar